Notification

×

Iklan

Diduga Proyek Pakuure-Sapa Bermasalah, Jacko Sesalkan Sikap Penegak Hukum

Wednesday, February 12, 2020 | 01:40 WIB Last Updated 2020-02-12T03:22:21Z
Minsel,- Laporan masyarakat serta pemberitaan lewat media terhadap dugaan korupsi pada pelaksanaan proyek jalan Pakuure-Tenga di APBD tahun anggaran 2017, 2018 dan 2019 terkesan tidak mendapat tanggapan dari penegak hukum. Tak pelak anggota DPRD Minahasa Selatan (Minsel) Jaclyn Koloay (Jacko) menyesalkan akan sikap tersebut.

"Kami mendapat laporan dari masyarakat bahkan sudah memeriksa langsung ke lokasi proyek. Disana kami mendapatkan adanya keganjilan pada pelaksanaan. Mulai dari volume sampai dengan kualitas pekerjaan. Begitu pula dengan realisasi anggarannya. Tapi cukup disayangkan bila sampai sekarang tidak ada tindakan. Padahal proyeknya dibiayai oleh APBD tiga tahun berturur-turut," ujar Koloay, politisi yang dikenal vocal ini.

Dia kemudian menyorot pada proyek 2017 yang dianggarkan sebesar Rp 8.278.200.000. Dari laporan proyek peningkatan jalan perkerasan sirtu ke AC-WC (Asphalt Concreate-Wearing Course) yang dikerjakan oleh PT Sederhana Karya Jaya (SKJ) bermasalah dari awal. Dimulai dari volume yang tidak sesuai kontrak hingga penggunaan material di luar bestek. Seharusnya menggunakan LPA grade B yang digunakan grade B. Meski ada sorotan, tidak ada proses hukum dilakukan.

"Saya kurang mengerti mengapa sepertinya dilakukan pembiaran. Kan kalau benar ada pelanggaran kontrak, sudah pasti terjadi kerugian negara. Kalau menyangkut ada denda atau bayar ganti rugi, apakah dapat menghilangkan unsur tindak korupsi? Perlu juga ditelusuri mengapa sampai hal ini terjadi. Apa mungkin ada orang kuat di belakang sehingga aparat hukum tutup mata?," sebut ketua Fraksi PrimaNas ini.

Sementara itu Hens Ruus, dari kalangan LSM juga mendukung pernyataan dari Jacko. Menurutnya pelanggaran pada proyek 2017 ditutupi dengan dianggarkannya kembali di tahun 2018. Sehingga terjadi tumpang tindih yang diduga untuk mengelabui amburadulnya pekerjaan proyek 2017. Dari sini saja menurutnya penegak hukum sudah dapat menjadikan bahan penyelidikan.

"Kami duga memang ada upaya penutupan jejak korupsi dengan melakukan pekerjaan yang sama di lokasi yang sama. Sebab memang di 2017 setahu kami pekerjaannya amburadul. Modus seperti ini sama persis dengan pekerjaan jalan boulevard. Dalam kurung waktu dua tahun dikerjakan dua kali," terang Ruus.

Lanjut dia menyebutkan, perlu diperiksa kembali realisasi anggaran 2018 dan 2019. Sebab diinformasikan pada 2018 pekerjaan tidak dibayar kemudian dilakukan lucuran di 2019. Menjadi pertanyaan apakah memang di 2018 tidak ada pembayaran? 

"Silahkan periksa, jangan sampai di 2019 ada proyek fiktif. Sebab memang tidak ada samasekali pekerjaan. Diinfokan itu untuk membayar proyek 2018 yang tidak sempat dibayar. Jumlahnya Rp 2,4 miliar, kalau ternyata telah ada pembayaran di 2018 secara penuh berarti ada kerugian negara di 2019. Semoga saja kali ini diperhatikan," pungkasnya. (Meyvo)


×
Berita Terbaru Update