Notification

×

Iklan

Tumbal Keadilan Perkada Dianggarkan APBD Rp 3,7 M, Nasib 60 Ribu Warga Minsel Kehilangan Jamkesda

Wednesday, March 18, 2020 | 23:44 WIB Last Updated 2020-03-19T04:41:12Z
Koloay: Sebelum Perkada ditandatangani, kami sudah memintakan bupati memprioritaskan anggaran

Minahasa Selatan,- Tahun 2020, Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Minahasa Selatan (Minsel) ditetapkan lewat Peraturan kepala daerah (Perkada). Dalam artian penyusunan hingga penetapan tidak lagi melibatkan DPRD sebagai representatif rakyat. Sehingga seluruh hak dan tanggung jawab menjadi kewenangan bupati sebagai kepala daerah (Bupati).

Bila menyesuaikan dengan UU tentang Perkada, besaran APBD 2020 harus sama dengan APBD 2019 yakni Rp 1,3 Triliun. 

Menjadi sorotan pada APBD 2020 yakni turunnya anggaran bagi Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). Tahun lalu ditata sebesar Rp 18 miliar yang mampu memberikan Jamkesda bagi 74.597 warga. Sedangkan tahun ini lewat Perkada diinformasikan turun menjadi Rp 3,7 miliar. Berarti terjadi pemangkasan hingga Rp 14,3 miliar. Dampaknya, akan ada kurang lebih 60 ribu warga tidak lagi mendapat layanan BPJS lewat program Jamkesda.

"Berdasar informasi yang kami terima, program Jamkesda dianggarkan oleh Pemkab sebesar Rp 3,7 miliar. Ada perbedaan dari informasi yang beredar selama ini hanya Rp 3,5 miliar. Kalau ditanyakan berapa yang dapat di-cover, paling kurang ada 10 ribu peserta. Memang ada pengurangan cukup signifikan peserta BPJS yang ditanggung oleh Pemkab Minsel," sebut Kepala BPJS Amurang Ferry Frits, ketika dikonfirmasi Minggu (15/03/2020) lalu.

Turunnya anggaran yang dialoksikan bagi program Jamkesda menurut Ketua Fraksi Primanas di DPRD Minsel Jaclyn Koloay sangat disayangkan. Apalagi dengan krisis yang ada saat ini, banyak anggota masyarakat kesulitan membayar iuran BPJS. 

Menurutnya, hal ini memberikan dampak sangat besar. Akan banyak warga yang tidak mendapatkan layanan kesehatan secara maksimal akibat tidak mampu membayar iuran.

"Kami memang untuk saat ini hanya dapat menyampaikan pendapat dan keluhan dari masyarakat. Sebab tahun ini karena polemik yang terjadi, APBD disusun dan ditetapkan oleh bupati tanpa keterlibatan anggota DPRD di dalamnya. Tapi sebelum Perkada ditandatangani, kami sudah memintakan bupati memprioritaskan anggaran Jamkesda. Sebab Jamkesda bersentuhan langsung pada kepentingan masyarakat," tukas Koloy.

Lanjut dia, perhitungan iuran BPJS yang harus dibayar warga bila tidak mendapat subsidi lewat Jamkesda. Jamkesda biasanya memberi pertanggungan untuk kelas III yang saat ini iurannya menjadi Rp 42 ribu/bulan. Rata-rata satu rumah tangga terdiri dari empat orang. Itu berarti dalam per bulan harus membayar Rp 168.000. Angka yang harus dibayarkan tidak kecil bagi warga berpenghasilan pas-pasan. Apalagi dengan rontoknya harga kopra juga cengkih telah 'memaksa' petani menganggur.

"Menurut saya memang tidak bijak dengan keadaan seperti ini. Pemkab juga sampai sekarang belum memberikan angka yang pasti, warga layak menerima bantuan Jamkesda. Padahal seharusnya besaran anggaran Jamkesda harus didasarkan pada kebutuhan, bukan perkiraan. Makanya kami bersikeras paling tidak anggarannya masih sama dengan tahun lalu. Tapi sekali lagi, Jamkesda menjadi tanggung jawab bupati dari penyusunan sampai penetapan," terangnya.

Sementara, anggota Fraksi Golkar Robby Sangkoy mengatakan legislatif tidak perlu mempersalahkan atau menuntut diakomodir harapan anggarannya. Sebab semuanya ada pada ranah eksekutif. Ditambahkannya eksekutif pasti memiliki alasan sampai mengurangi anggaran. "Kan tahun ini ada alokasi besar untuk Pilkada (Pemilihan kepala daerah, red). Disini ada skala prioritas dengan jumlah anggaran yang terbatas. Ini semua merupakan ranahnya bupati, bukan lagi legislatif," bebernya. (Meyvo)


×
Berita Terbaru Update