Notification

×

Iklan

Astaga, Seorang AKBP Polisikan Notaris Kawakan Terkait Hak Dan Surat Kepemilikan Tanah

Wednesday, September 15, 2021 | 20:05 WIB Last Updated 2021-09-16T03:59:59Z


SULUT, Komentar.co - Seru...,seorang oknum perwira Polisi di Kepolisian Daerah (Polda) Sulut yakni AKBP RK alias Robert, ditengarai telah melaporkan wanita Grace Sarendatu.

Hal ini terungkap ketika RK sebagai pelapor telah melaporkan Grace dalam kasus tentang penggelapan hak, membuat surat palsu, dan pemalsuan surat. Laporan tersebut tentunya tidak membuat kubu Grace Serendatu gentar apalagi tunduk pada isi laporan tersebut, walau secara resmi pihaknya datang memenuhi panggilan Polda tersebut.

"Ya, sebagai warga negara yang taat pada hukum dan aturan, saya tentu harus penuhi panggilan itu," kata Grace kepada sejumlah wartawan saat ditemui di salah satu rumah kopi baru-baru ini.

Walau berstatus terlapor, lanjut Grace, ia tidak takut sama sekali, mengingat dari telaah kacamata hukumnya, laporan itu akan rontok tatkala penyidik nanti mengetahui bahwa pelapor hanya memegang surat kuasa yang tidak bisa dibuktikan legalitasnya. 

"Okelah.., dia dikuasakan oleh pemilik PT Borneo Jaya Emas, yang merupakan Warga Negara Asing (WNA), dengan memegang surat kuasa yang di buat di Amerika Serikat. Namun kita jangan lupa prosedur hikum di Indonesia. Jika sehelai surat tanpa ada pengesahan atau tidak tercatat di Kementrian Luar Negeri, dan Kementrian Hukum dan Ham, itu belum atau tidak sah," sebut wanita yang kesehariannya berprofesi sebagai Notaris.

Dan karena tidak adanya legalitas dari surat kuasa itu, maka Stevi Dacosta, SH, MH selaku kuasa hukum Grace Serendatu bakal melaporkan balik perbuatan Robert, pelapor awal.

"Banyak kejanggalan dari bukti laporan, yang dilaporkan oleh pelapor. Dimana surat kuasa dari PT Borneo Jaya Emas, tidak tercatat di Kemenlu dan Kemenkumham, sedangkan  Putusan Mahkamah Agung Nomor 3038 K/Pdt/1981 tanggal 18 September 1986 menyatakan bahwa keabsahan surat kuasa yang dibuat di luar negeri selain harus memenuhi persyaratan formil juga harus dilegalisir lebih dahulu oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (“KBRI”) setempat," ungkap Dacosta.

Kliennya, tambah Stevi, telah menduduki lahan yang disengketakan pelapor dengan memegang Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB), sejak tahun 2014.

"Klien kami telah memegang PPJB, dari pembelian tanah sejak tahun 2014. Dan itu merupakan bukti kuat, bahwa tanah yang dibeli oleh klien kami berkekuatan hukum," tegasnya.

Perlu diketahui juga, pada tahun 2014 terlapor Grace Serendatu SH telah membeli tanah seluas kurang lebih 11 hektar di Desa Ratatotok di pegunungan Alason, pada saudara Boy Taroreh dengan legalitas Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB).

Menarikya, tanpa sepengetahuan Grace (terlapor), tanah itu dijual lagi oleh Boy Taroreh ke PT Borneo Jaya Emas dengan membuat AJB (Akta Jual Beli), yang menurut pelapor dibuat dihadapan Camat setempat.

Menarik lagi, sampai kasus ini dilaporkan oleh pelapor, belum diketahui siapa yang menandatangani AJB itu.

Selanjutnya, di tahun 2018 sesudah AJB antara Boy Taroreh dan PT Borneo Jaya Emas terbit, terlapor sempat melakukan pengukuran tanah yang dibeli terlapor dari Boy Taroreh, bersama aparat Pemerintah di Desa Ratatotok tanpa ada masalah.

Namun pada tahun 2020 terlapor kaget, ketika pelapor memberitahukan bahwa, sudah ada tiga AJB antara Boy Taroreh dan PT Borneo Jaya Emas.

Dengan pemberitahuan tersebut maka pada tanggal 17 Januari tahun 2021, terlapor mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Tondano, untuk membatalkan tiga AJB dan saat ini masih dalam proses banding.

Merasa keberatan dengan gugatan perdata yang dilayangkan oleh terlapor maka pelapor pun melaporkan terlapor ke Polda Sulut pada tanggal 26 Agustus 2021 dengan nomor laporan STTLP/B/403/VIII/2021/SPKT/POLDA SULUT. (Baker)




×
Berita Terbaru Update