Janji Gubernur Sulut dan Bupati Minut Dikangkangi
![]() |
Presiden Ir Joko Widodo saat meresmikan Bendungan Kuwil Kawangkoan, Kabupaten Minahasa Utara pada beberapa waktu lalu. Foto: Istimewa |
MINUT, Komentar.co - Perintah Undang-undang Dasar 1945 tentang kekuasaan tertinggi negara berada ditangan rakyat seolah tidak berlaku dengan adanya larangan berjualan di area Waduk Kuwil-Kawàngkoan di Desa Kawangkoan dan Desa Kuwil, Kecamatan Kalawat, Kabupaten Minahasa Utara, provinsi Sulawesi Utara.
Akibatnya, janji Gubernur Sulawesi Utara (Sulut) Olly Dondokambey dan Bupati Minahasa Utara (Minut) Joune Ganda bahwa keberadaan Bendungan Kuwil-Kawangkoan ini nanti akan menjadi salah satu pusat pariwisata yang dapat menciptakan lapangan kerja bagi warga setempat untuk membuka berbagai macam bisnis mendongkrak PAD, seolah menjadi fatamorgana ketika ada larangan saat warga hendak berjualan dalam area yang saat ini menjadi salah satu destinasi wisata di wilayah Minut.
“Hari Jumat dan Sabtu lalu saya coba berjualan di dalam area waduk. Esoknya hari minggu (05/03), saya sudah dilarang untuk berjualan. Alasan petugas, yang boleh berjualan hanya sesuai petunjuk ketua Bumdes Kawangkoan, yaitu empat mobil saja dan harus mobil Minivan, sedangkan saya menggunakan mobil pick-up tidak bisa.” curhat Denny Moningka kaget.
![]() |
Area Waduk Kuwil Kawangkoan. Foto: Istimewa |
“Informasi didalam yang berjualan adalah mobil milik dari beberapa pejabat. Ini sangat disayangkan karena kami warga tidak bisa berjualan. Semasa covid saja, pemeintah membantu kami, kenapa sekarang malah dilarang. Ini benar-benar tidak adil," cecar Moningka penuh kekecewaan.
Salah satu petugas yang ditemui media dilokasi wisata Bendungan Kuwil-Kawangkoan membenarkan bahwa mobil yang menjual didalam adalah mobil dari Hukum Tua Desa Kawangkoan dan Hukum Tua Desa Kuwil.
"Tiap hari yang ba jual Hukum Tua Kawangkoan dan Hukum Tua Kuwil pe oto, kalo Camat Kalawat dan pegawai Balai Sungai cuma hari Sabtu-Minggu.” aku salah satu petugas.
Ketua Bumdes 'Tambu Sela' Karim Wagiu kepada wartawan juga membenarkan saat ditanya siapa-siapa saja yang boleh berjualan di area bendungan/waduk.
![]() |
Lokasi Destinasi Wisata Waduk Kuwil Kawangkoaa, Kabupaten Minahasa Utara. |
"Sesuai arahan dari pimpinan Balai Sungai, yang bisa berjualan hanya empat mobil, dan itu harus mobil Minivan (station), kalo yang Pick-up akan terlihat kumuh. Saat ini, bukan cuma empat mobil, malahan dari pegawai Balai Sungai sudah menambah dua mobil.” jelas Wagiu.
Terkait keluhan warga sekitar yang ingin berjualan, Wagiu berharap untuk bersabar, sebab dia saja jadi serba salah.
“Mohon bersabar, karena ini masih kewenangan balai sungai. Saya juga dalam posisi tidak enak, karena yang memohon untuk berjualan adalah sudara-sudara juga dan jumlahnya sudah sekitar 30-an, tapi apa daya ini kan masih kewenangan Balai Sungai.” ungkap dia.
Sementara Camat Kalawat, Ferlie Indria Nassa terkesan cuci tangan, mengatakan tidak mengetahui soal aturan siapa-siapa saja yang boleh berjualan.
“Saya tidak tahu-menahu soal aturan di dalam bendungan, kalo untuk berjualan, benar anak saya pernah berjualan didalam bendungan, tapi satu bulan terakhir sudah tidak berjualan lagi.,” tulis Nassa melalui pesan singkat Whats-App.
Menyikapi kebijakan pihak terkait atas larangan berjualan itu, Ketua Umum LSM Gerakan Bela Rakyat (GEBRAK) Wiliam Simon Luntungan mengecam hal itu.
"Jika benar demikian, saya anggap pihak terkait serakah, apa belum cukup negara menggaji mereka. Dan jika betul hanya pejabat bisa berjualan, itu salah besar, sebab masyarakat sekitar malah wajib mencari rezeki usai Pandemi Covid-19, bukan malah pihak Balai Sungai, apalagi ada info kalau camat dan dua Hukum Tua saja yang boleh, itu serakah namanya," sembur aktivis asal Airmadidi ini.
Terkait retribusi biaya masuk sebesar Rp.5.000 ke pengunjung, disebut Luntungan adalah bentuk pungutan liar (pungli).
"Ingat, selain tidak menggunakan karcis masuk, biaya masuk belum ada aturannya. Ini jelas tidak bisa dipertanggungjawabkan karena tidak ada bukti berapa banyak pengunjung yang masuk," urai pria nyentrik berambut pirang ini.
Retribusi tak jelas oleh William, mutlak disebut pungutan liar, dan Aparat Penegak Hukum (APH) wajib memproses oknum-oknum terkait.
“Emang wasuk milik Balai Sungai. Ini namanya pungli, dan Saber Pungli dan APH Minut tunggu apa lagi. Miris, praktek dan kebijakan seperti ini harus diberantas. Sebab, Pak Gubernur dan Pak Bupati sangat ingin supaya ketika Waduk ini selesai, masyarakat akan mendapat mafaat ekonomi, namun ini sebaliknya, rejeki masyarakat malah dicegah," tandas aktivis vokal yang dikenal dengan sapaan Ayah Will itu. (Baker)