![]() |
Foto: Istimewa |
SULUT, Komentar.co - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Utara (Sulut) mendukung sepenuhnya penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang pembentukan kabupaten/kota di wilayah Sulawesi Utara.
RUU ini merupakan inisiatif strategis DPR RI untuk mengganti Undang-Undang lama, seperti UU Nomor 29 Tahun 1959, yang dinilai sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan ketatanegaraan Indonesia saat ini.
Gubernur Sulawesi Utara Mayjen TNI Purn Yulius Selvanus, SE melalui Juru Bicara Pemprov Sulut yang juga Plh Kepala Dinas Kominfo Sulut, Denny Mangala, menyampaikan bahwa langkah DPR RI tersebut sejalan dengan amanat Pasal 18 Ayat 1 UUD 1945 yang menegaskan bahwa setiap daerah harus memiliki dasar hukum tersendiri dalam menjalankan pemerintahan daerahnya.
“RUU ini tidak hanya menyelaraskan dasar hukum pembentukan daerah dengan konstitusi, tetapi juga memberikan kepastian hukum, memperkuat otonomi daerah, dan menjawab kebutuhan faktual masyarakat di Sulut,” ujar Mangala.
Ia menjelaskan bahwa saat ini, sejumlah kabupaten/kota di Sulut seperti Kabupaten Bolaang Mongondow, Kabupaten Kepulauan Sangihe, Kabupaten Minahasa, dan Kota Manado masih menggunakan dasar hukum lama, bahkan ada yang merujuk pada Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) RIS dan UU No. 1 Tahun 1957 yang sudah dicabut.
“Kondisi ini tidak sesuai lagi dengan perkembangan saat ini. Oleh karena itu, penting untuk segera mengesahkan RUU baru agar sesuai dengan dinamika sosial, ekonomi, dan tata kelola pemerintahan saat ini,” tambah Mangala.
Lebih lanjut, Gubernur Sulut melalui Plh. Kadia Kominfo menjabarkan bahwa dalam RUU ini dimuat ketentuan mengenai pembentukan daerah, cakupan wilayah, batas wilayah, ibu kota, serta karakteristik daerah secara lebih komprehensif dan aktual. Misalnya, karakteristik Kabupaten Minahasa yang topografinya terdiri dari pegunungan, dataran, danau serta kekayaan budaya dan sejarah masyarakat Minahasa yang khas, juga masuk dalam materi RUU.
Demikian juga dengan Kota Manado, yang dalam RUU ini ditekankan sebagai ibu kota provinsi sekaligus pusat pertumbuhan Kawasan Timur Indonesia, dengan karakter sebagai kota toleransi, pluralisme agama dan etnis yang tinggi, serta sektor unggulan seperti pariwisata, perdagangan, kelautan, dan jasa.
“RUU ini juga sangat penting untuk menyempurnakan nomenklatur wilayah. Misalnya, istilah ‘Daerah Tingkat II’ dalam UU 29/1959 sudah tidak relevan karena sekarang kita menggunakan istilah ‘kabupaten/kota’ sebagaimana dalam UU Pemerintahan Daerah,” jelas Mangala.
Ia menyebutkan bahwa penyusunan RUU ini juga harus memperhatikan aspek tata kelola pemerintahan dan pelayanan publik yang lebih transparan dan akuntabel. Keberadaan UU tersendiri akan membantu pemerintah daerah membuat kebijakan pembangunan yang kontekstual, mendukung pertumbuhan ekonomi, pemerataan pembangunan, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
“Contohnya Kabupaten Kepulauan Sangihe. Sebagai wilayah perbatasan dan rawan bencana, perlu karakteristik tersendiri yang menegaskan statusnya sebagai daerah maritim dan strategis dalam bingkai NKRI,” kata Mangala.
Pemprov Sulut juga menyoroti pentingnya kejelasan batas wilayah, seperti antara Kabupaten Bolaang Mongondow dan Bolaang Mongondow Selatan yang masih menunggu revisi Permendagri.
Denny Mangala juga menggarisbawahi urgensi penguatan identitas sejarah dan adat istiadat daerah. Ia mencontohkan Minahasa yang dahulu dikenal sebagai Malesung, serta Kota Manado dengan sejarah panjang sebagai pusat peradaban dan perlawanan terhadap kolonialisme.
“Dalam RUU ini, sebaiknya dicantumkan asal-usul daerah dan nama-nama kecamatan atau desa agar terakomodasi dalam lembaran negara secara resmi,” sarannya.
RUU ini diharapkan tidak hanya memenuhi aspek yuridis, tetapi juga filosofis dan sosiologis. (*/red)