Notification

×

Iklan

Toserba Modern Ancam Nasib UKM Lokal, GMBI Wilter Sulut Gelar Unras

Friday, March 13, 2020 | 21:09 WIB Last Updated 2020-03-14T04:49:40Z
Minut,- Kehadiran jumlah perusahaan ritel alias Toserba (toko serba ada) modern di Kabupaten Minahasa Utara (Minut) bertahun-tahun menuai kecemasan para pengusaha lokal seperti warung-warung tradisional.

Akibatnya, LSM Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia Wilayah Teritorial (GMBI Wilter) Sulut pun menjadi gudang aduan dan keluhan masyarakat.

Toserba atau swalayan modern menjadi ancaman serius bagi pedagang lokal yang menjalankan bisnis skala kecil hingga menengah UKM (Usaha Kecil Menengah). 
Tuntutan itu dilayangkan LSM GMBI Wilter Sulut bersama aksi unjuk rasa damai di kantor Bupati Minut, Kamis (12/3) kemarin.

GMBI menuntut agar pengusaha retail yang ada dapat memperhatikan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Kabupaten Minut. Pemerintah setempat juga diminta membuat Perda agar usaha retail dapat mematuhi untuk ikut meningkatkan UMKM yang ada.

Ketua LSM GMBI Wilter Sulut Howard Hendrik Marius, Sekretaris Wilayah Dave C Lolowang, Panglima Wilter Jemmi Sambiran dan Komandan Tim 7 Wilter Sulut Jefran H de'Yong, serta 250 pasukan dari Kelompok Swadaya Masyarakat (Kecamatan), meminta ketegasan Dinas Perijinan, Dinas Perindustrian dan Dinas Perdagangan Pemkab Minut.
“Kami tegaskan disini kami tidak anti investor, malah kami berharap makin bamyak investor masuk ke Sulut/Minut. Namun harus menilai dari sisi kesejahteraan para masyarakat yang bergelut dunia UMKM,” ujar Howard.

Ia mendesak pemerintah daerah secara tegas mengatur lewat aturan agar perusahaan ritel modern dapat mencari jalan alternatif dengan menyediakan modal bantuan bagi warung tradisional yang kalah bersaing dengan toko modern.

“UMKM yang dimaksud berupa home industri yang dijalankan oleh masyarakat saat ini namun tidak berjalan dengan baik dikarenakan modal dan konsumen terbatas. Seharusnya ada langkah dari perusahan ritel modern untuk membantu mereka,” beber Marius.

Contohnya, perusahaan UMKM, khususnya warung tradisional kebanyakan gulung tikar dikarenakan adanya perusahaan ritel.

“Mereka (pengusaha UMKM, red) menggantungkan kelangsungan hidupnya di usaha tersebut. Seharusnya toko membantu merekomendasikan hasil UMKM dipasarkan di toko sehingga usaha mereka tidak mati,” tegas Marius.
Disamping menyarankan adanya keadilan dari perusahaan ritel dalam mengakomodir UMKM untuk dipasarkan di toko modern, dan ini menjadi tugas pemerintah, perusahaan harus memprioritas tenaga kerja lokal.

Kadis Perdagangan Minut Benny Mengko yang menerima aksi damai tersebut, menyambut baik adanya inisiatif yang dilakukan GMBI Sulut dalam memperjuangkan hak masyarakat yang bergelut di UMKM.

“Pemerintah pada dasarnya sangat mendukung upaya untik peningkatan kesejahteraan masyarakat dan yang diaspirasikan GMBI Sulut ini untuk Perda terkait untuk usaha retail itu akan kami tindaklanjuti. Apalagi ini untuk masyarakat Kabupaten Minut,” terang Mengko, di hadapan para anggota LSM GMBI Sulut.

Permasalahan Toko Modern, yang dirangkum LSM GMBI yaitu:

1. Tak memiliki Ijin

2. Tak memprioritaskan tenaga kerja lokal Minut

3. Tak memprioritaskan kerjasama/memfasilitasi UMKM Lokal Minut

4. Merugikan warung tradisional dan pasar tradisional

5. Toko-toko modern yang Betonisasinya jalan masuk toko modern menutupi drainase/got yang mengakibatkan banjir

6. Papan reklame yang tidak berijin

7. CSR tidak disalurkan sekitar dimana Pabrik dan Toko Modern Berdiri
Dari hasil pertemuan dengan tiga dinas terkait di Pemkab Minut yaitu, Pemkab akan menindaklanjuti tuntutan GMBI pada hari Selasa, 17 maret 2020 dgn mengundang dinas2 terkait, pihak toko modern dan GMBI dalam membahas tuntutan GMBI.

Penyampaian dari Kadis Perijinan, Bahwa Kadis tidak pernah mengurus atau mengeluarkan ijin dari Toko-Toko Modern.

Penyampaian dari Kadis Perindustrian dan Kadis Perdagangan, bahwa mereka tidak pernah mengeluarkan rekomendasi atas ijin dari toko-toko modern. (Baker)

×
Berita Terbaru Update