Melihat masyarakatnya menolak kebijakan yang diambil Pemprov Sulut terkait wacana tersebut, Bupati Minut Dr (HC) Vonnie Aneke Panambunan, STh pun angkat bicara.
"Kan masih banyak daerah lain di Minut yang lebih pantas dibahas untuk tujuan itu, daripada harus mengorbankan masyarakat," koment VAP.
Tanggapan Bupati Minut tentang sosialisasi pengadaan lahan untuk Tempat Pemakaman Korban Covid-19 sekitar 5 hektar menuai dukungan masyarakat.
Menurut Merty Kondoy, bukan hanya membela rakyatnya. Pasalnya, penolakan lahan penguburan jenazah korban covid-19 berkaitan dengan Protap yang sudah dikeluarkan oleh pemerintah bahwa lahan penguburan dan lokasi pemukiman masyarakat harus berjarak 500 meter.
"Memang benar lokasi Ilo-ilo milik Pemprov Sulut. Tapi kan pemerintah sudah menghibahkan lahan itu sebesar 30 Ha untuk pemukiman masyarakat. Apakah masyarakat yang kurang lebih 700 KK akan digusur untuk memuluskan rencana pemerintah propinsi untuk membangun kuburan masal jenasah korban covid-19," tukas warga Desa Wori Jaga VIII itu.
Lanjut Merty, belum lagi dampak sosial bagi masyarakat yang pasti akan di kucilkan/terbatas dalam pergaulan dengan masyarakat luar, karena masih banyak masyarakat yang blm paham dengan protap penanganan jenasah korban covid-19.
"Pemprov Sulut baiknya lebih bijaksana menentukan wilayah yang lebih aman untuk dijadikan lokasi penguburan jenasah covid-19. Sekali lagi, kami bukan melawan pemerintah, tapi kami minta kebijaksanaanya," tutup Kondoy.
Sementara Patrick Ferdinand Paat salah satu pemerhati lingkungan hidup asal Kelurahan Sarongsong Dua Airmadidi menganggap keputusan Bupati Minut untuk TPU Ilo-ilo itu merupakan langkah paling bijak, mengingat effect dari pandemi Covid -19, untuk lahan pekuburan seluas 5 hektar.
"Secara tidak langsung,pemberitaan itu justru akan memberikan pemikiran (kecemasan baru) buat masyarakat, dimana mayoritas masyarakat akan berpikir dan menilai kenapa pemerintah kesannya lebih dahulu menyediakan tempat pemakaman daripada alat kesehatan untuk keselamatan manusia," katanya.
Pemerintah juga, timpal Patrick, akan dianggap kurang memberikan edukasi kepada masyarakat lewat pemerintah setempat seperti program "relawan desa lawan corona".tentang pengenalan bagaimana mewabahnya dan cara menanggulangi penyebaran Covid -19.
"Apakah harus lebih dahulu memberitakan penyediaan lahan pekuburan daripada edukasi dan persediaan alat kesehatan. He will say "dorang stow so tau torang samua somo mati karna nih corona, makanya dorang so kase sadia tampa," sindirnya.
Lanjut dikatakan Patrick, perlu diketahui sejak Indonesia mengkonfirmasi adanya pasien positif virus Corona, banyak orang yang menjadi panik dan reaktif, padahal justru merugikan diri sendiri, contohnya dalam kepanikan, masyarakat membeli barang kebutuhan sehari-hari, termasuk alat kesehatan pencegah penyakit, dalam jumlah besar.
"Banyak orang yang percaya begitu saja pada setiap informasi yang diterimanya melalui media sosial atau aplikasi percakapan walau berupa kabar bohong (hoax) memperbesar kecemasan. Rasa stres dan cemas berlebihan akan tertular penyakit sebenarnya justru bisa menurunkan kekebalan tubuh. Padahal, untuk mencegah inveksi virus dibutuhkan daya tahan tubuh yang baik. Ketika kita dilanda stres, kemampuan sel darah putih untuk melawan infeksi (limfosit) berkurang. Makin rendah limfosit, makin rentan kita terinfeksi virus, termasuk influenza dan peradangan. Jadi, penolakan Bupati Minut karena keinginan rakyatnya itu tidak salah dan sudah benar, mengingat dampak jangka panjang yang akan dipikul anak-cuxu kita," tandas Patrick. (Baker)