Lumapow: “Saya tidak takut dilapor, karena penggunaan Dandes di Desa Tondei Satu tidak ada yang fiktif"
Minahasa Selatan, - Tabrakan persepsi antara Pemerintah Desa (Pemdes) Tondei Satu, dengan BPD (Badan Permusyawaratan Desa) Kecamatan Motoling Barat Minsel, tampaknya kian memanas, akibat ketidaksepakatan pengelolaan Dana Desa (Dandes) dan pembagian Bantuan Langsung Tunai (BLT).
Tikai antara Pemdes dan BPD ini disinyalir merupakan dampak ke laporan dugaan korupsi sehingga terciptalah desakan untuk melengserkan Hukumtua Tondei I.
Hal ini tentu saja tak dapat diterima serta-merta oleh Kumtua Desa Tondei Satu, Nita Lumapow. Merasa tudingan atas dirinya tidak relevan, inilah konfirmasi hukumtua perempuan ini.
"Tudingan penyelewengan Dandes oleh oknum BPD pada saya, mungkin dipicu oleh ketidak-sepahaman serta ketidaksepakatan soal pengelolaan Dandes," tutur Lumapow.
Lanjutnya, permintaan BPD kepadanya agar anggaran Dandes dikelola Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) ditolak.
“BPD meminta lewat lisan maupun surat agar Dandes Tondei Satu dikelola oleh BUMDes. Nah, usulan itu saya tolak karena tidak ada dasar hukumnya. Sebab, kalau saya setuju Dandes mereka yang kelola, siapa yang akan mempertanggungjawabkan penggunaan Dandes nanti,” jelas Lumapow, Rabu (8/7/2020).
Dampak ketidaksepahaman itu pun berlanjut hingga ke pembagian BLT DD. 'Pemdes Tondei Satu memang belum mengakomodir semua usulan nama masyarakat yang disodorkan oleh BPD, karena beberapa alasan," urai Lumapow.
Lebih jauh Kumtua mengatakan, yang pertama usulan nama calon penerima BLT oleh BPD tidak lengkap karena tidak ada berita acara Musyawarah Desa, khususnya verifikasi penetapan penerima BLT. Beberapa kali Pemdes mengundang BPD untuk penentuan warga penerima BLT, tapi tidak hadir. Malah, kata dia, BPD menggelar rapat berseberangan.
“Nah, mereka sendiri yang tentukan, baru mereka bawa daftar itu kepada kami. Aturannya kan bukan seperti itu. Harus ada musyawarah desa dan verifikasi untuk menentukan warga mana yang layak dan lebih mendesak untuk menerima bantuan,” tukas Lumapow dan diaminkan Maikel Sumarauw, Kasie Pelayanan dan Jelly Mogogibung, Bendahara Desa.
Sementara lanjut Kumtua, untuk alasan kedua, usulan nama penerima BLT dari pihak BPD, terdapat beberapa nama pengusaha berduit dan pensiunan.
“Ini kan tidak adil. Kita memberikan BLT itu bagi masyarakat yang benar-benar mendesak untuk dibantu. Masakkan nama yang diusulkan ada beberapa orang pengusaha, ada penerima PKH dan juga pensiunan. Saya rasa, seorang pengusaha tidak mau menerima BLT. Nah, yang lain bukannya tidak akan diakomodir, tapi menunggu ketersedian dana, siapa tahu pada tahap berikutnya nama-nama yang diusulkan dan layak dibantu, bisa diakomodir. Asalkan juga harus ikut prosedur,” ungkapnya.
Merasa telah berbuat sesuai prosedur, Lumapow pun tidak khawatir dengan pernyataan sikap dari beberapa oknum BPD melaporkannya ke pihak berwajib dengan tudingan dugaan korupsi.
“Saya tidak takut dilapor, karena penggunaan Dandes di Desa Tondei Satu tidak ada yang fiktif. Kalau mereka mau melapor, silahkan. Itu hak setiap warga negara. Tapi saya percaya pihak kepolisian pun sangat adil dalam menanggapi dan menindaklanjuti setiap laporan masyarakat,” tandas Lumapow. (Meyvo Rumengan)
Minahasa Selatan, - Tabrakan persepsi antara Pemerintah Desa (Pemdes) Tondei Satu, dengan BPD (Badan Permusyawaratan Desa) Kecamatan Motoling Barat Minsel, tampaknya kian memanas, akibat ketidaksepakatan pengelolaan Dana Desa (Dandes) dan pembagian Bantuan Langsung Tunai (BLT).
Tikai antara Pemdes dan BPD ini disinyalir merupakan dampak ke laporan dugaan korupsi sehingga terciptalah desakan untuk melengserkan Hukumtua Tondei I.
Hal ini tentu saja tak dapat diterima serta-merta oleh Kumtua Desa Tondei Satu, Nita Lumapow. Merasa tudingan atas dirinya tidak relevan, inilah konfirmasi hukumtua perempuan ini.
"Tudingan penyelewengan Dandes oleh oknum BPD pada saya, mungkin dipicu oleh ketidak-sepahaman serta ketidaksepakatan soal pengelolaan Dandes," tutur Lumapow.
Lanjutnya, permintaan BPD kepadanya agar anggaran Dandes dikelola Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) ditolak.
“BPD meminta lewat lisan maupun surat agar Dandes Tondei Satu dikelola oleh BUMDes. Nah, usulan itu saya tolak karena tidak ada dasar hukumnya. Sebab, kalau saya setuju Dandes mereka yang kelola, siapa yang akan mempertanggungjawabkan penggunaan Dandes nanti,” jelas Lumapow, Rabu (8/7/2020).
Dampak ketidaksepahaman itu pun berlanjut hingga ke pembagian BLT DD. 'Pemdes Tondei Satu memang belum mengakomodir semua usulan nama masyarakat yang disodorkan oleh BPD, karena beberapa alasan," urai Lumapow.
Lebih jauh Kumtua mengatakan, yang pertama usulan nama calon penerima BLT oleh BPD tidak lengkap karena tidak ada berita acara Musyawarah Desa, khususnya verifikasi penetapan penerima BLT. Beberapa kali Pemdes mengundang BPD untuk penentuan warga penerima BLT, tapi tidak hadir. Malah, kata dia, BPD menggelar rapat berseberangan.
“Nah, mereka sendiri yang tentukan, baru mereka bawa daftar itu kepada kami. Aturannya kan bukan seperti itu. Harus ada musyawarah desa dan verifikasi untuk menentukan warga mana yang layak dan lebih mendesak untuk menerima bantuan,” tukas Lumapow dan diaminkan Maikel Sumarauw, Kasie Pelayanan dan Jelly Mogogibung, Bendahara Desa.
Sementara lanjut Kumtua, untuk alasan kedua, usulan nama penerima BLT dari pihak BPD, terdapat beberapa nama pengusaha berduit dan pensiunan.
“Ini kan tidak adil. Kita memberikan BLT itu bagi masyarakat yang benar-benar mendesak untuk dibantu. Masakkan nama yang diusulkan ada beberapa orang pengusaha, ada penerima PKH dan juga pensiunan. Saya rasa, seorang pengusaha tidak mau menerima BLT. Nah, yang lain bukannya tidak akan diakomodir, tapi menunggu ketersedian dana, siapa tahu pada tahap berikutnya nama-nama yang diusulkan dan layak dibantu, bisa diakomodir. Asalkan juga harus ikut prosedur,” ungkapnya.
Merasa telah berbuat sesuai prosedur, Lumapow pun tidak khawatir dengan pernyataan sikap dari beberapa oknum BPD melaporkannya ke pihak berwajib dengan tudingan dugaan korupsi.
“Saya tidak takut dilapor, karena penggunaan Dandes di Desa Tondei Satu tidak ada yang fiktif. Kalau mereka mau melapor, silahkan. Itu hak setiap warga negara. Tapi saya percaya pihak kepolisian pun sangat adil dalam menanggapi dan menindaklanjuti setiap laporan masyarakat,” tandas Lumapow. (Meyvo Rumengan)