Notification

×

Iklan

Ironi Kasus Lole Pantou, Ditahan Polisi karena PETI, Lahannya Dirampas Sindikat Mafia Tambang yang Mengaku Suruhan Mabes Polri

Friday, June 20, 2025 | 01:46 WIB Last Updated 2025-06-19T17:46:27Z
Sempat terjadi keributan saat keluarga dan kerabat menghadang aktifitas dengan alat berat excavator dari sekelompok orang dilahan milik Lole Pantou. Foto: Istimewa
 

MITRA, Komentar.co -
Kasus Lole Pantou, warga Ratatotok, Minahasa Tenggara yang menambang emas di lahan sendiri benar-benar ironis pun memilukan.

Pasalnya, Lole Pantou yang ditahan dan dititipkan di Polda Sulawesi Utara (Sulut) karena aktivitas Pertambangan Emas Ilegal (PETI) di tanahnya yang tidak pernah dibebaskan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) sebelumnya, harus menghadapi kenyataan luar biasa pahit.

Lahannya dirampas sekelompok orang yang dipimpin oknum yang dalam identifikasi sementara adalah wartawan bernama Chandra.

Nama Chandra mulai dikaitkan dengan tindakan biadab menerjang lahan Lole Pantow menggunakan alat berat jenis excavator. Pria yang tidak jelas asal-usulnya itu mengaku ke sejumlah orang di Pasolo adalah suruhan Mabes Polri untuk memimpin sekelompok orang di lokasi tambang. Mereka diduga berkolusi dengan tim di Mabes Polri untuk mengolah lokasi tersebut tanpa sepengetahuan Kapolri Jenderal Sigit Prabowo. Buntutnya kelompok liar ini dihadang keluarga Ahli Waris Lole Pantou, Kamis siang.

Lalu apakah Mabes Polri sungguh – sungguh menegakan aturan?

Setelah ditelusuri polisi-polisi didikan Kapolri Jenderal Sigit Prabowo ini diduga mendorong Chandra yang menurut pengakuan sejumlah orang di lokasi, oknum wartawan yang kurang kerjaan, untuk memproduksi emas dan pada gilirannya menyetor koordinasi ratusan juta ke Mabes Polri.

Aktivitas wartawan yang tidak jelas ini sempat tertangkap basah keluarga Lole Pantow beberapa kali. Buntutnya pada Kamis siang, Chandra bersama kelompoknya dihadang keluarga Ahli Waris Lole Pantou. Keributan sempat terjadi di lokasi tambang tersebut.

Chandra yang diduga kuat menggaet investor pendana untuk menyetorkan koordinasi ratusan juta kepada gerombolan mafia tambang di Mabes Polri. Kelompok ini disinyalir memanfaatkan status hukum Lole Pantow yang saat ini sedang ditahan. Sumber di lokasi yang mendapati aksi bar-bar Chandra dan kelompoknya berhasil menutup dua bak rendaman yang sebelumnya dibuat Lole Pantou sudah ditutup Chandra menggunakan alat berat.

“Lole Pantou menambang di atas tanah sendiri. Untuk memberi makan istri dan anak, membiayai pendidikan anak-anak, Tapi ditangkap dengan alasan ilegal mining. Tapi anehnya setelah Lole Pantou ditahan, muncul Chandra yang tidak jelas lahir besar dimana, asal usul dari mana bawa alat berat keruk material di lokasi yang sama. Timbul pertanyaan ada apa dengan Mabes Polri? Uang koordinasi atau apa?,” protes kerabat Lole Pantou yang geram dengan tindakan kepolisian dan Chandra di Pasolo.

Lole Pantou sebenarnya pernah berhadapan dengan laporan PT Minselano ke Polda Sulut dengan dalil penyerobotan dan PETI memunculkan dugaan upaya penjarahan lahan. Minselano disinyalir mulai menggunakan tangan aparat agar lahan seluas 41.000 M2 atau 4,1 hektare itu diserahkan ke pihaknya.

Sinyalemen upaya perampasan itu mulai  dirasa Lole Pantou ketika memenuhi panggilan Polda Sulut, Kamis (27/2/2025) silam.

Pertanyaan penyidik mengenai pembebasan lahan PT Newmont Minahasa Raya di masa silam membuat Lole Pantou merasa disetir untuk menyerahkan tanahnya ke Minselano tanpa harus ganti rugi.

Isu Pembebasan Lahan

Argumen hukum bahwa PT Minselano memiliki Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) menurut Lole Pantou tidak salah. Hanya saja baik PT Minselano maupun PT Newmont Minahasa Raya dahulu tidak pernah melakukan pembebasan lahan sebagaimana perintah Peraturan Menteri Kehutanan.

Menurut  Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (“UU 4/2009”) yang kemudian dielaborasi dalam Peraturan Menteri Kehutanan, pemegang IUP harus membebaskan terdahulu lahan warga sebelum melakukan ekploitasi atau produksi.

Sayangnya, Minselano tidak mau merugi dan hanya ingin merampas tanah rakyat yang mengandung material emas. Padahal sanksi bagi pemegang IUP yang mengangkangi Permen adalah mencabut IUP itu sendiri. Yang terjadi di Ratatotok, Minselano keras kepala dan mulai memakai tangan aparat kepolisian.

Kemudian, menurut mantan Tim Pembebasan PT Newmont Minahasa Raya Frangky Lendo, pada masanya Newmont tidak pernah melakukan pembebasan lahan. Yang dilakukan Newmont adalah ganti rugi eksplorasi ke Lole Pantou.

“Yang benar cuma bayar ganti rugi eksplorasi pak (wartawan,red). Bukan pembebasan lahan. Ganti rugi eksplorasi karena ada tanaman yang rusak. Itu beda dengan pembebasan lahan. Saya saksi bahkan tim pembebasan PT Newmont Minahasa Raya,” ujar Frangky Lendo.

Izin Usaha Pertambangan (IUP)

Masih menurut Frangky Lendo, PT Minselano itu barang mati. Disebut barang mati karena memang PT Minselano tidak punya hak apa -apa di atas tanah warga. IUP yang diakui PT Minselano ternyata sudah mati sejak 2021 silam. Dan sampai sekarang Minselano belum mengantongi perpanjangan IUP. Lantas, pantaskah Minselano meminta bantuan polisi untuk menindak Lole Pantou atas nama pemegang IUP?

“Itu keliru. Minselano itu barang mati. Di hukum, Minselano tidak ada hubungan dengan Lole Pantou. Memang mereka siapa?,” sindir Frangky Lendo.

Alas Hak dan Legalitas Kepemilikan

Mengenai legalitas kepemilikan, tidak ada pihak lain yang memiliki alas hak di atas tanah tersebut. Tanah itu sejak awal adalah milik Nusa Pantou dengan bukti Surat Ukur Desa Register 386 tahun 1986.

Adapun batas – batasnya yakni;
Utara   : S lantong
Timur  : A Mamanua/ A Pantou
Selatan: Saluran Air/Parit
Barat   : A Kumolontang

Sedangkan IUP yang dikantongi PT Minselano bukan bukti kepemilikan atas tanah tapi dokumen basi karena sudah tutup usia di tahun 2021 silam. IUP itu merupakan dokumen negara yang menunjuk wilayah yang diperbolehkan untuk dieksploitasi dengan syarat pembebasan lahan warga.

Dalam surat itu terdapat tapal batas yang jelas. Kemudian, Lole Pantou yang menerima warisan Nusa Pantou mengelola kebun cengkehnya dengan sangat terawat hingga saat ini. Surat asli masih di tangan Lole Pantou dan tidak di mana-mana.

“Pikiran saya orang awam, kalau ada pelepasan hak zaman dulu surat ini ada di pihak yang membeli. Ini surat dari orang kami, kasih ke kami sebagai ahli waris. Orang tua kami tidak menjual ke siapa – siapa. Kalau ada yang mengaku pembeli, tunjukan mana bukti jual beli. Awas kalau bikin surat palsu,” tegas Lole Pantou, Kamis malam.

Lole Pantou yang saat ini didampingi pengacara menegaskan, dia dan keluarganya hanya mencari makan dengan mengolah lahannya. Karena itu isu PETI yang dibawa Minselano ke Polda Sulut, menurut Lole Pantou itu cuma isi yang dipakai untuk membuka babak baru perampasan hak melalui meja penyidik.Oleh-oleh Khas Minahasa.

“Satu dunia Minahasa Tenggara khususnya Ratatotok itu ilegal semua. Kenapa cuma keluarga saya yang jadi target? Lalu kenapa dihubungkan dengan urusan IUP yang pembebasan lahannya tidak pernah. Apakah tanah rakyat diambil begitu saja tanpa pembebasan? Kalau Minselano mau bebaskan lahan, apakah harga normal? Karena ini tanah ada kandungan emas,” ujar Lole Pantou.

Lole Pantou dan keluarga besar memohon perlindungan Gubernur Sulut Yulius Selvanus (YSK) untuk memastikan bahwa dalam penegakan hukum polisi harus jadi wasit yang fair dan tidak berpihak ke Minselano.

“Saya tahu Presiden Prabowo Subianto dan Pak Yulius Selvanus Komaling sejak awal tidak mau bernegosiasi dengan mafia tanah. Karena itulah saya bermohon kepada Pak YSK untuk melindungi keluarga kami. Kami hanya mencari makan. Ini kelihatan ada upaya merampas tanah kami. IUP cuma jadi alasan mereka,” pungkas Lole Pantou. (*/red)



×
Berita Terbaru Update